
KENDARI – Kasus pidana pengeroyokan terhadap Yuliana, nenek berusia 72 tahun yang terjadi pada tanggal 12 September 2021 telah memasuki persidangan dengan agenda sidang tuntunan pada tanggal 8 Maret 2022.
Namun, kasus ini mengecewakan korban dan pihak keluarganya, melukai rasa keadilan dan kemanusiaan.
Itu karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut 6 bulan penjara kepada terdakwa T seorang karyawan BUMD dan SH, seorang wiraswasta.
Padahal ancaman tindak pidana pengeroyokan adalah 5 tahun 6 bulan, jika korban luka berat 7 tahun, jika meninggal dunia 12 tahun.
Yuliana mengaku, selama kasus ini berjalan memang sudah terlihat banyak keanehan yang terjadi.
Dia bilang kasus ini dilatarbelakangi oleh kasus perdata gugatan tanah pengusaha ATJ (penggugat) dan dia sebagai korban pengeroyokan (tergugat). Padahal didalam putusan nomor 52/Pdt G/PN Kdi/2015, sangat terang menjelaskan di halaman 27 menyatakan bahwa tanah milik tergugat/korban yang telah dieksekusi berdasarkan putusan 46/Pdt.G/PN.Kdi/2000 pada tanggal 1 September 2009, bukanlah obyek sengketa dalam perkara ini.
Maka seharusnya pengugat menghormati putusan pengadilan, akan tetapi yg terjadi malah sebaliknya.
Pada tanggal 12 september 2021 pukul 03.00 Wita sebanyak 40-60 orang tak dikenal, yang mengaku suruhan penggugat datang ke tanah tergugat melakukan pemagaran. Karena tidak setuju tanahnya dipagari, tergugat/korban merobohkan pagar yang telah didirikan oleh orang-orang suruhan tersebut.
Tergugat dikeroyok oleh dua orang. Didorong ke tanah dan diinjak dadanya. Akibat hal tersebut, korban menjalani rawat inap di Rumah Sakit Bahteramas selama beberapa hari dan masih merasakan sakit di dada selama 2 bulan.
Di persidangan kasus pengeroyokan ini, ada 4 orang saksi yang memberatkan dan 3 orang saksi yang meringankan terdakwa.
Salah satu saksi yang meringankan adalah IS, Anak kandung salah satu terdakwa pengeroyokan. Dalam kesaksiannya, IS menerangkan sebelum kejadian mereka berkumpul di tempat penggugat tanah, yang menyuruh memagar dan mengatakan tidak ada pengeroyokan hanya ada perebutan parang.
Yuliana bilang, saat kejadian, IS membelakangi dirinya. Yuliana juga merasa suatu hal yang tidak masuk akal, bagaimana mungkin si terdakwa, seorang pria yang berbadan tinggi, besar dan kuat sementara dirinya sebagai korban adalah wanita lansia, kecil, lemah dan ada katarak di mata, mampu rebutan parang.
Maka pihak keluarga Yuliana sangat berharap agar majelis hakim, arif dan bijaksana dalam memutuskan perkara ini yang berlangsung hari ini kamis 24 maret 2022.
“Kami sadar menghadapi pengusaha yang memiliki kekuatan modal, kami mungkin tidak mampu. Tetapi kami memiliki doa dan keyakinan bahwa Allah swt yang maha kuat dan maha kaya akan senantiasa mengabulkan doa hamba-hambanya yang dizalimi, jika hukum di dunia tidak bisa memenuhi rasa keadilan, maka yakinlah pengadilan akhirat yang akan memutus, ingatlah semuanya akan diadili kelak, semuanya akan dimintai pertanggung jawaban,” ucap Yuliana. (aji)