
KENDARI – Maraknya truk Over Dimension Over Loading (ODOL) yang melintas di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya mendapat tindakan tegas dari tim terpadu bentukan Pemprov Sultra.
24 truck kendaraan ODOL di Sultra telah dilakukan pemotongan normalisasi kendaraan oleh Tim Terpadu Penertiban Kendaraan.
Penertiban kendaraan ODOL tersebut dilakukan kurun waktu sepekan pekan kedua Februari 2022. Tindakan itu sebagai efek jera bagi pengusaha yang menggunakan kendaraan ODOL.
Demikian disampaikan Kepala BPTD Wilayah XVIII Provinsi Sulawesi Tenggara Benny Nurdin Yusuf, usai melakukan normalisasi kendaraan ODOL di Desa Pohara, Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe, Kamis (17/2/2022).
“Terdapat 6 kendaraan yang mengajukan permohonan normalisasi dan 3 unit telah dilakukan pemotongan, 7 unit dikandangkan dan selebihnya menunggu kesediaan untuk normalisasi, jika tidak bersedia maka akan kita lanjutkan proses sampai P21 oleh jaksa,” ujar Benny.
Benny mengatakan operasi Penegakan Hukum (Gakkum) Kendaraan ODOL yang sudah berlangsung sepekan ini memberikan efek yang luar biasa bagi pengusaha dan sopir truck ODOL. Hal ini terbukti banyaknya truk ODOL yag terjaring mulai dari penilangan dengan sanksi maksimum 500 ribu sampai pada sanksi pidana denda kurungan 1 tahun dan denda Rp24 juta.
Benny juga mengapresiasi pengusaha yang sudah mau mengikuti aturan dan mau melakukan normalisasi. Apalagi Sultra bebas ODOL sudah mendapat dukungan Gubernur Sultra Ali Mazi
“ Truk yang sudah mengajukan dan bersedia normalisasi akan kita beri penghargaan dan kendaraan yang dipotong di bengkel kita awasi sampai selesai dan dilakukan pemeriksaan untuk selanjutnya dapat beroperasi di jalan , lanjut benny.
Pada Kamis 17 Februari 2022, di depan Gedung DPRD Sultra, forum supir truk Sulawesi Tenggara menggelar aksi unjuk rasa yang meminta Tim Terpadu menunda Gakkum ODOL sampai ada ketetapan sewa dari pemerintah provinsi yang bisa menjamin kelangsungan biaya sopir dan cicilan kendaraan truk.
Aksi demo yang terdiri atas koordonator sopir truk Poasana Konsel, Nambo, Anduonohu, Kendari, dan Wawatu, Konsel , mendesak Pimpinan DPRD Sultra melakukan RDP dengan Tim Terpadu Penertiban Kendaraan ODOL di Sulawesi Tenggara.
Sopir menganggap bahwa kebijakan penertiban ODOL menghalangi mata pencarian sopir, karena membatasi muatan, padahal mereka harus melayani kebutuhan smelter di Konawe, Ini menghambat kolaborasi supir mobil truk Sulawesi Tenggara dan pihak Asing yakni PT OSS dan PT VDNI.
Namun, menurut Benny apa yang dilakukan oleh sopir mendatangi DPRD dengan cara demo ini hal yang wajar yang penting tertib dan tidak anarkis.
Dia bilang, terkait tuntutan sopir pada prinsipnya memaklumi, tetapi sebenarnya gakkum ini malah untuk menyelamatkan pengusaha transportasi dan para sopir.
“Kalau saja semua pengusaha truk dan sopir melakukan normalisasi dan mengoperasikan kendaraan sesuai aturan yang berlaku maka keuntungan ada pada mereka. Sopir aman, terhindar dari ancaman lakalantas dan kendaraan akan awet karena dioperasikan sesuai standar pabrik dan ketentuan yang berlaku,” terangnya
Benny menambahkan, harusnya pihak smelter yang menyesuaikan tarif sesuai daya angkut di kartu uji, bukan transportasi yang dipaksa menerima tarif murah yang berimplikasi pada tata cara pemuatan ODOL.
“Kalau perusahaan asing tentunya mereka lebih paham regulasi, karena regulasi di Indonesia terkait angkutan barang sama yang berlaku di negara luar, jadi ini tidak adil kalau di negara mereka pahami aturan dan bisa menyesuaikan kenapa di Sultra mereka tidak mau menerapkan tarif dengan standar pengangkutan sesuai regulasi di UU nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, ini khan aneh kalau memang itu alasan para sopir.” ujar Benny.
Senada dengan Kadishub Provinsi Sultra Rajulan, mengatakan, pembentukan tim terpadu bukan untuk menghalangi Investasi, justru kami mendorong investasi tentu dengan mengikuti semua regulasi yang ada, dan ini juga guna menyelamatkan infrastruktur jalan agar tetap terjaga life timenya dan masyarakat bisa selamat aman dan nyaman menggunakan jalan.
“Kami sudah komitmen bersama tim terpadu maka aturan ini harus tetap dilaksanakan, “Kami semua sadar bahwa kegiatan ini dipenuhi dengan pro dan kontra, bagi pelaku yang mempunyai kepentingan untuk keuntungan pribadi tentu saja akan kontra terhadap hal ini namun apa yang kita laksanakan ini adalah untuk menegakkan aturan dan melindungi seluruh pengemudi agar terhindar dari bahaya saat berkendara dengan kapasitas muatan kendaraan berlebih,” ucap Rajulan.
Kepala Balai Jalan, Johannis Tulak juga mengatakan hal yang sama bahwa secara nasional sekitar Rp 43 triliun kerugian negara akibat kendaraan ODOL, dan dengan adanya penertiban kendaraan ODOL yang kita lakukan merupakan upaya-upaya yang akan terus dilaksakanan oleh pemerintah untuk menyadarkan para pelaku usaha dan pengemudi angkutan barang agar terhindar dari bahaya kendaraan ODOL dan mendukung pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Bebas ODOL Tahun 2023.
“Jalan di Sampara ini adalah akses jalan nasional yang menghubungkan Sulawesi Tengah, jadi kalau jalan ini tidak dijaga maka jalan ini akan rusak dan negara akan terus mengeluarkan anggaran untuk memperbaiki jalan,” ujar Tulak.
Benny berpesan kepada semua pegusaha dan pengemudi angkutan barang untuk bersama-sama kembali mengikuti aturan yang sudah bertahun-tahun di langgar karena ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah untuk menghadirkan tata kelola penyelenggaraan angkutan barang yang lebih baik, yang selamat, aman dan nyaman serta berpihak kepada masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara ini.
Sekadar diketahui, Kendaraan ODOL memiliki dampak negatif yang luar biasa. Kerugian materil dan nonmateril jadi sasaran. Maka dari itu, tim terpadu, terdiri atas Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XVIII Sulawesi Tenggara, Ditlantas Polda Sultra, Dinas Perhubungan, Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sultra dan pihak terkait lainnya, komitmen menyukseskan program zero ODOL) tahun 2023 mendatang. (rs)
Sumber: Rakyat Sultra.